Langsung ke konten utama

TERU TERU BOZU


Teru teru bōzu (Japanese: てるてる坊主; "shiny-shiny Buddhist priest" is a little traditional hand-made doll made of white paper or cloth that Japanese farmers began hanging outside of their window by a string. This amulet is supposed to have magical powers to bring good weather and to stop or prevent a rainy day. "Teru" is a Japanese verb which describes sunshine, and a "bōzu" is a Buddhist monk (compare the word bonze), or in modern slang, "bald-headed."

Teru teru bōzu became popular during the Edo period among urban dwellers, whose children would make them the day before the good weather was desired and chant "Fine-weather priest, please let the weather be good tomorrow."

Today, children make teru-teru-bōzu out of tissue paper or cotton and string and hang them from a window to wish for sunny weather, often before a school picnic day. Hanging it upside down - with its head pointing downside - acts like a prayer for rain. They are still a very common sight in Japan.

There is a famous warabe uta, or Japanese nursery rhyme, associated with teru teru bozu:

Japanese:
てるてるぼうず、てるぼうず
明日天気にしておくれ
いつかの夢の空のように
晴れたら金の鈴あげよ

てるてるぼうず、てるぼうず
明日天気にしておくれ
私の願いを聞いたなら
甘いお酒をたんと飲ましょ

てるてるぼうず、てるぼうず
明日天気にしておくれ
それでも曇って泣いてたら
そなたの首をちょんと切るぞ

Romaji:
Teru-teru-bōzu, teru bōzu
Ashita tenki ni shite o-kure
Itsuka no yume no sora no yō ni
Haretara kin no suzu ageyo

Teru-teru-bōzu, teru bōzu
Ashita tenki ni shite o-kure
Watashi no negai wo kiita nara
Amai o-sake wo tanto nomasho

Teru-teru-bōzu, teru bōzu
Ashita tenki ni shite o-kure
Sorete mo kumotte naitetara
Sonata no kubi wo chon to kiru zo

Translation:
Teru-teru-bozu, teru bozu
Do make tomorrow a sunny day
Like the sky in a dream sometime
If it's sunny I'll give you a golden bell

Teru-teru-bozu, teru bozu
Do make tomorrow a sunny day
If you make my wish come true
We'll drink lots of sweet rice wine

Teru-teru-bozu, teru bozu
Do make tomorrow a sunny day
But if the clouds are crying (it's raining)
Then I shall snip your head off

The song, written by Kyoson Asahara and composed by Shinpei Nakayama, was released in 1921. Like many nursery rhymes, this song is rumored to have a darker history than it first appears. It allegedly originated from a story of a monk who promised farmers to stop rain and bring clear weather during a prolonged period of rain which was ruining crops. When the monk failed to bring sunshine, he was executed. Many Japanese folk historians, however, believe this story and others regarding the origins of teru teru bozu may have originated from long after the tradition had become widespread, most likely in an attempt to refine the image of the doll. It is more likely that the "bōzu" in the name refers not to an actual Buddhist monk, but to the round, bald monk-like head of the doll, and "teru teru" jokingly referring to the effect of bright sunlight reflecting off a bald head.

source: http://en.wikipedia.org/wiki/Teru_teru_bozu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

cerita dari orang ketiga

Aku hanya bisa mengalah. Yak! Mengalah. Mengalah pada diri sendiri. Mengalah pada perasaan sepi. Aku tidak tahu ini salah siapa. Ini juga bukan kemauan dariku. Bukan, bukan kemauanku, bukan juga dirinya, apalagi kemauan perempuan itu. Ya, aku mengalah untuk tidak marah. Aku mengalah untuk tidak mengeluh. Aku mengalah supaya semuanya tetap bertahan seperti ini. Kamu salah! Seharusnya tidak begini. Tinggalkan saja dia! Selalu kalimat itu yang keluar dari bibir teman-temanku. Mereka sama sekali tidak mengerti perasaanku. Tidak mereka, dia, bahkan perempuan itu. Sulit untuk dimengerti bahkan olehku sendiri. Dia, aku sudah lama mengenalnya. Sejak 10 tahun lalu. Awalnya, dia seperti adikku sendiri. Seiring dengan bertambahnya usia, dia semakin dewasa melebihiku. Dan aku semakin jatuh hati padanya. Dia mengetahui semuanya. Dia tahu! Semua berjalan begitu saja. Tanpa ingkar, tanpa janji. Dia bisa saja selalu ada di dekatku. Dan dia juga bisa saja di s

Pohon PENYERAP SUARA, HANTU DAN ,MALING

kekonyolan ini masih melibatkan tokoh-tokoh pada cerita sebelumnya yang berjudul IKAN . tapi kali ini gw mengalaminya sendiri, dan bukan mendengar dari narasumbernya.. mawar: Mr T lama bangeet,, gw mau ke Mr A dulu deh yaaa,, ALL: IKUUUUUUUUUUT... sesampainya di TKP mawar: pak kan suara itu kan termasuk polusi juga tuh,, gimana penanganannya pak? Mr A: dengan penanaman pohon Melati: oh pohon itu bagus menyerap SUARA ya pak? biasanya pohon apa pak? Mr A : biasanya angsana,, Melati: pak kalau pake bambu? Mr A: (menahan tawa) bambu baguss,, bagus menyerap HANTU... gw: (pasang muka begok ala komik sambil tersenyum kecut) hahahaaa Mr A: bisa juga pake mangga,, mangga bagus juga tuh,, bagus menyerap MALING... -___ -"

gak harus IPA buat jadi IPA

cerita hari ke 'sekian' gw PL. hari sabtu, masih di minggu pertama gw PL. niatnya mau nemenin temen gw buat nge lab. berhubung tema PL gw gak pake nge Lab, ya gw ikut-ikutan ajaa, hahaa. (dasar tak berpendirian). sesampainya di lab, kita langsung di suruh duduk dan tanya-tanya. sampai akhirnya mas-masnya ngejelasin tentang proses produksi gula pasir. dijelasin dari awal,,, bla bla blaaa,,, dengan segala macam reaksi kimia yg terjadi, dan jelas banget ngejelasinnya (kata temen gw sih jelas banget, tapi gw mah kalo udah ada kata 'kimia'nya langsung pingin kabur ke gilingan tebu). bla bla bla, satu jam berlalu dengan penjelasan si mas-mas itu... salah satu dari kami bertanya : mas, kok gak pake jas lab?? masnya jawab : takut jas labnya kotor... gw : langsung pingin balik dari stasiun penggilingan tebu buat liat ekspresi temen2 gw mendengar jawaban itu,, temen gw tanya lagi : pernah ada kecelakaan gak si mas di lab ini?? masnya jawab : kecelakaan???