Langsung ke konten utama

Coffee Shop

I think that possibly, maybe I’m falling for you

Yes, there’s a chance that I’ve fallen quite hard over you

Lagu milik Landon Pigg yang berjudul Falling in Love at a coffee shop itu kuputar berulang-ulang dari i-pod ku. Kupasang earphone lekat-lekat di telinga. Ya, aku memang sedang berada di coffee shop. Dan menurutku lagu ini mewakili semua alasan mengapa aku berada disini.

Berlama-lama disini, menghabiskan bercangkir-cangkir kopi, dan menunggunya datang. Hanya untuk menunggunya. Terlarut dalam lamunan, terhanyut dalam keheningan. Duduk seorang diri di sebuah kedai kopi. Seakan aku pun bisa mendengar arloji mencaci-makiku atas semua waktu yang menurutnya terbuang percuma.

Ah, tidak. Ini memang tidak berguna. Tapi, sudah ku bilang, kan? Seperti kata Landon Pigg, “I’ve fallen quite hard over you”. Kumohon, mengertilah Tuan arloji! Berikan sedikit saja waktu untukku. Aku sedang menunggunya.

Tuan arloji memberiku waktu 13 menit rupanya. Seorang pria tinggi itu keluar dan tenggelam dalam aktivitasnya. Dalam diam, dia sibuk melakukan perannya sebagai seorang barista. Aku hanya memandanginya dari sini—tempatku biasa duduk, agak jauh, tapi pas untuk memandanginya lekat-lekat.

Beberapa hari kemudian, saat aku hendak melakukan rutinitas itu—mengunjungi kedai kopi—aku melihatnya sedang berjalan jauh di depanku. Mungkin dia baru akan menuju kedai kopi. Aku setengah berlari dan setelah satu meter darinya, aku berhenti. Berharap dia akan menoleh kebelakang. Tapi, tidak. Dia terus berjalan. Aku mengikutinya. Dia sama sekali tidak menyadari aku telah mengikutinya. Dia memakai earphone. Lagu apakah yang sedang ia dengar? Lagu ‘Falling in love at a coffee shop’ kah? Atau lagu apa?

Di persimpangan jalan, dia berbelok ke kiri. Kedai kopi itu ke kanan.

“Mas, salah jalan!” seruku sok tahu. Dia masih tidak mendengarnya. Aku menepuk punggungnya dan dia menoleh. Saat dia menoleh aku bingung harus berkata apa. Tidak mungkin aku mengulangi seruan bodohku Mas salah jalan!’. Memangnya dia mau kemana, hah?

Aku terdiam dan berpikir mencari alasan. Dia memandangku lekat-lekat. Aku berharap dia mengenaliku sebagai pelanggan setia kedai kopinya.

“Ehm, itu.. apa ya?? Aku Cuma mau tanya jalan,” tanyaku bego.

Dia masih memandangku lekat-lekat. Dia tidak berkata apa-apa. Dia hanya menggerak-gerakkan tangannya, seperti isyarat. Tak lama kemudian, dia mengeluarkan selembar kertas dan menulis.

Memangnya kamu mau kemana?

Aku tergagap. Dan aku membalas pertanyaannya di kertas yang sama.

Aku mau ke kedai kopi dekat sini. Boleh aku tahu lagu apa yang kau dengar?

Setelah dia membacanya, dia langsung menunjuk kearah kedai kopi itu di arah berlawanan. Kemudian dia memberikan earphone-nya untuk aku dengarkan. Hening. Tidak ada lagu apapun. Bahkan i-pod nya tak menyala. Oke, sekarang semua menjadi jelas. Dia tidak berkata apapun. Dia tidak mengatakan apapun. Dan tidak mendengar apapun. Dia tersenyum lebar melihatku. Semyumannya melebihi kata-kata indah yang pernah aku dengar.

Komentar

Posting Komentar

hey hey.... mari ramaikan duniakuu

Postingan populer dari blog ini

cerita dari orang ketiga

Aku hanya bisa mengalah. Yak! Mengalah. Mengalah pada diri sendiri. Mengalah pada perasaan sepi. Aku tidak tahu ini salah siapa. Ini juga bukan kemauan dariku. Bukan, bukan kemauanku, bukan juga dirinya, apalagi kemauan perempuan itu. Ya, aku mengalah untuk tidak marah. Aku mengalah untuk tidak mengeluh. Aku mengalah supaya semuanya tetap bertahan seperti ini. Kamu salah! Seharusnya tidak begini. Tinggalkan saja dia! Selalu kalimat itu yang keluar dari bibir teman-temanku. Mereka sama sekali tidak mengerti perasaanku. Tidak mereka, dia, bahkan perempuan itu. Sulit untuk dimengerti bahkan olehku sendiri. Dia, aku sudah lama mengenalnya. Sejak 10 tahun lalu. Awalnya, dia seperti adikku sendiri. Seiring dengan bertambahnya usia, dia semakin dewasa melebihiku. Dan aku semakin jatuh hati padanya. Dia mengetahui semuanya. Dia tahu! Semua berjalan begitu saja. Tanpa ingkar, tanpa janji. Dia bisa saja selalu ada di dekatku. Dan dia juga bisa saja di s...

gak harus IPA buat jadi IPA

cerita hari ke 'sekian' gw PL. hari sabtu, masih di minggu pertama gw PL. niatnya mau nemenin temen gw buat nge lab. berhubung tema PL gw gak pake nge Lab, ya gw ikut-ikutan ajaa, hahaa. (dasar tak berpendirian). sesampainya di lab, kita langsung di suruh duduk dan tanya-tanya. sampai akhirnya mas-masnya ngejelasin tentang proses produksi gula pasir. dijelasin dari awal,,, bla bla blaaa,,, dengan segala macam reaksi kimia yg terjadi, dan jelas banget ngejelasinnya (kata temen gw sih jelas banget, tapi gw mah kalo udah ada kata 'kimia'nya langsung pingin kabur ke gilingan tebu). bla bla bla, satu jam berlalu dengan penjelasan si mas-mas itu... salah satu dari kami bertanya : mas, kok gak pake jas lab?? masnya jawab : takut jas labnya kotor... gw : langsung pingin balik dari stasiun penggilingan tebu buat liat ekspresi temen2 gw mendengar jawaban itu,, temen gw tanya lagi : pernah ada kecelakaan gak si mas di lab ini?? masnya jawab : kecelakaan???...

ini ceritaku

[12:15:04 AM] pi k a dita: oke aku kaan cerita [12:16:04 AM] pi k a dita: cerita indomie ku, waktu itu kelaparan yg teramat sangat [12:16:15 AM] pika dita: teruss, selain laper aku juga kehausan [12:16:27 AM] pika dita: udah gitu,, tangan kanan pegang panci [12:16:32 AM] pika dita: tangan kiri pegang gelas [12:16:55 AM] pika dita: tau2 aku langsung ambil air dari keran pake gelas di tangan kiriku itu [12:16:59 AM] pika dita: langsung kuminum [12:17:22 AM] pika dita: setelah itu aku ambil air matang dan di masukkan ke dalam panci untuk merebus mie [12:17:34 AM] pika dita: setelah itu aku masukkan semua bumbu [12:17:41 AM] pika dita: lengkap sudah 3 menit [12:17:49 AM] pika dita: aku pindahkan ke mangkuk [12:17:56 AM] pika dita: rasanya semakin lapar dan aku makan [12:18:02 AM] pika dita: "upsss,, kok gak ada rasanya??" [12:18:07 AM] pika dita: bagaimana ceritamu??? [12:18:13 AM] pika dita: ter...