Derap langkah seirama dengan kegembiraan yang memenuhi benakku. Suara hati pun ikut bernyanyi bersama rinai hujan. Tak ada yang lebih indah daripada hari dimana aku mengakhiri segala aktivitas yang memuakkan. Dan tak ada yang lebih indah daripada toko buku di ujung jalan itu.
Berlindung di bawah naungan payung biru seperti langit cerah, melompat tinggi seperti kelinci, menuju toko buku itu. Tidak ada yang ingin kubeli. Hanya melihat-lihat. Ada hal istimewa di toko buku kecil itu.
Toko buku yang hanya punya 7 rak ini cukup membuatku nyaman. Selain sepi pengunjung, di dalamnya juga cukup sejuk. Aku tinggal masuk dan pura-pura memilih buku. Ya, pura-pura. Tidak bersungguh-sungguh menginginkan buku. Hanya terkadang aku harus benar-benar membelinya agar tidak diusir pada kunjunganku yang berikutnya.
Pura-pura mencari buku dan bersungguh-sungguh menyebarkan pandangan ke seluruh ruangan, terfokus pada pintu yang sepertinya menuju ke ruangan rahasia di balik toko ini. Seseorang pasti akan keluar dari situ.
“Maaf mbak, ada yang bisa saya bantu? Mau cari buku apa lagi hari ini?” Tanya seorang pegawai— dan memang satu-satunya pegawai di sini.
Aku terdiam dan tidak bisa langsung mencerna pertanyaannya. “Eh, apa? Buku? Eh, Cuma mau lihat-lihat. Nanti kalau ada yang bagus baru aku beli.”
“Oh, oke!” katanya datar, tak kalah datar dariku.
Masih berpura-pura mencari buku dan terkadang membacareview-nya di bagian belakang buku. Sedikit bosan. Tapi aku harus kesini. Menunggu seseorang keluar dari fokusku. Pintu menuju ruangan rahasia itu.
Tak lama terdengar suara pintu dibuka. Seseorang pria masuk dari pintu pengunjung. Dia menyapa petugas kasir tadi dengan ramah dan langsung masuk ke dalam pintu belakang menuju ruangan rahasia itu. Dia melihatku dari balik rak tempatku berdiri dan tersenyum ramah. Tapi aku, aku lupa membalas senyuman itu.
Aku langsung pergi meninggalkan toko buku itu sesaat setelah dia hilang di balik pintu itu.
Sepertinya aku tak akan pernah kembali ke sana lagi.
Esok harinya, di saat yang paling bahagia dimana mengakhiri segala aktivitas membosankan, dan aku masih tetap melewati toko buku itu, tapi kali ini hanya melewati. Aku janji, hanya melewati. Dan mungkin sedikit menengok ke dalam. Ya hanya itu.
Seperti biasa, toko itu sepi pengujung. Tak lama, saat aku tepat melewatinya, pria kemarin—yang tersenyum padaku—keluar dari situ dan melihatku. Kemudian dia masuk lagi dan keluar membawa payung berwarna biru.
“Ini payungmu, kan? Sepertinya ketinggalan kemarin,” dia memberikannya padaku. Aku langsung menerimanya dan langsung pergi tanpa terima kasih.
"Aku tidak ingin tahu namanya. Aku tidak ingin mengenalnya. Aku lebih suka mengamatinya saja. Tak masalah. Dan tak akan ada masalah. Jika aku mengenalnya, dia akan sama saja dengan orang-orang yang aku kenal. Tidak ada yang spesial. Bahkan di saat dia tidak benar-benar ada."
Komentar
Posting Komentar
hey hey.... mari ramaikan duniakuu